Mayoritas Anggota Komisi XI DPR Diduga Terima Dana CSR BI–OJK, KPK Lakukan Penyelidikan
Jakarta, DKI Jakarta - Jumat, 8 Agustus 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan serius bahwa mayoritas anggota Komisi XI DPR RI menerima dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dugaan ini muncul berdasarkan pengakuan mantan anggota Komisi XI DPR, Satori, yang kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam keterangannya, Satori menyebut bahwa sebagian besar anggota Komisi XI juga menikmati aliran dana CSR dari BI dan OJK selama periode 2020 hingga 2023. KPK kini mendalami keterangan tersebut dan membuka peluang adanya tersangka baru dalam kasus ini.
Dua Anggota DPR Jadi Tersangka
Selain Satori (Fraksi NasDem), KPK juga menetapkan Heri Gunawan (Fraksi Gerindra) sebagai tersangka. Keduanya diduga menerima dana miliaran rupiah:
Satori disebut menerima Rp12,52 miliar dari BI, OJK, dan mitra kerja Komisi XI.
Heri Gunawan diduga menerima total Rp15,86 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi seperti pembangunan usaha dan pembelian aset.
KPK menegaskan bahwa penyelidikan akan difokuskan pada pola penyaluran dana CSR dan potensi keterlibatan anggota DPR lainnya. “Kami dalami keterangannya, termasuk soal distribusi dana dan siapa saja yang menerima,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika.
Komisi XI DPR Membantah
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menegaskan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan siap bekerja sama jika dibutuhkan. Sementara itu, Anggota Komisi XI lainnya, Melchias Marcus Mekeng, membantah keras tudingan tersebut.
“Tidak ada pembagian dana CSR ke anggota. Dana CSR langsung disalurkan ke masyarakat, rumah ibadah, dan UMKM,” tegas Mekeng.
KPK Fokus Usut Aliran Dana CSR
KPK akan menelusuri mekanisme penyaluran CSR BI dan OJK. Dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan suap terhadap anggota legislatif menjadi perhatian utama. Jika terbukti benar, kasus ini bisa menjadi salah satu skandal besar di parlemen menjelang tahun politik 2029.
Artikel ini telah tayang di
NETT Indonesia