Kekerasan Terhadap Jurnalis Kembali Terjadi, Pengamat Soroti Dampaknya Terhadap Iklim Politik-Hukum Nasional
NETT Indonesia – Insiden dugaan pemukulan terhadap seorang jurnalis oleh oknum anggota kepolisian saat meliput aksi demonstrasi di Jakarta, kembali menyoroti kondisi kebebasan pers dan penegakan hukum di Indonesia. Peristiwa tersebut dengan cepat menjadi isu politik-hukum terkini yang memicu kecaman luas dari berbagai kalangan.
Rekaman video dan kesaksian di lapangan menunjukkan bahwa jurnalis dari salah satu media nasional mengalami tindak kekerasan meski telah menunjukkan identitas persnya secara jelas. Kejadian itu diduga berlangsung ketika aparat tengah membubarkan massa aksi yang menolak kebijakan pemerintah tertentu.
Kecaman dari Organisasi Pers dan Masyarakat Sipil
Menanggapi insiden tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Dewan Pers mengecam keras tindakan represif aparat dan menuntut investigasi menyeluruh serta sanksi terhadap pelaku.
“Tindakan kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi dan kebebasan pers yang dijamin konstitusi,” ujar Ketua AJI dalam pernyataan resminya.
Tanggapan Pihak Kepolisian
Pihak Mabes Polri menyatakan tengah mendalami kejadian tersebut. Kepala Divisi Humas Polri menegaskan bahwa kepolisian tidak mentoleransi kekerasan terhadap jurnalis dan telah menugaskan Divisi Propam untuk melakukan pemeriksaan terhadap oknum yang terlibat.
“Kami akan mengusut tuntas insiden ini. Jurnalis adalah mitra strategis kami dalam menyampaikan informasi yang akurat kepada masyarakat,” ungkap Kadiv Humas Polri.
Pengamat: Ujian bagi Reformasi Hukum dan Institusi
Pengamat hukum dan media menilai, kasus ini menjadi ujian serius bagi reformasi institusi penegak hukum, khususnya dalam menjaga prinsip keterbukaan, transparansi, dan perlindungan hak-hak sipil di era demokrasi. Mereka menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pengamanan unjuk rasa yang masih menyisakan praktik kekerasan.